curhatsampah

Drama PPDB Kota Bandung 2014

Semoga PPDB Online tahun depan, bisa lebih up to date dan real time.. *uhuk*

Ada yang sedikit berbeda dari PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) di Kota Bandung tahun 2014 ini. Biasanya sih saya tidak pernah terlalu peduli. Berhubung sepupu kesayangan saya, si Uput sekarang mau masuk SMP, saya jadi (pengen) ikutan ribet deh jadinya.

Seperti kita ketahui, Kota Bandung kini dipimpin seorang walikota yang hits, berjiwa muda, dan keren. Meskipun kebijakan-kebijakannya yang cukup bagus itu masih banyak menuai protes. Nah untuk kebijakan PPDB Kota Bandung tahun ini juga dianggap agak ajaib oleh sebagian besar orangtua siswa. Mungkin mereka hanya belum terbiasa, dan kebijakan yang super baru dan katanya dibilang cukup mendadak ini juga lumayan bikin kaget.

Kalau mau informasi lengkap bisa dicek di website nya disini atau akun twitternya disini. Nah beberapa aturan yang saya ingat sih ini.

1. Pendaftaran sekolah nya itu di-rayonisasi (entahlah ini pemilihan kata yang tepat atau tidak, yang jelas para siswa mendaftar harus sesuai dengan rayon tempat tinggalnya yang sudah ditentukan)

– Tujuannya, untuk mengurai masalah kemacetan yang tidak bisa dipungkiri kini semakin menggila kan… Dan ngaku aja deh.. anak sekolah menjadi salah satu penyumbang kemacetan terbesar 🙂

Menurut saya sih kebijakan ini bagus, karena pada akhirnya nanti mungkin akan ada banyak sekolah di setiap rayon yang asalnya biasa-biasa aja, jadi sekolah favorit, karena inputnya bagus.. Ya si input yang akhirnya-dengan terpaksa-milih sekolah deket rumah-karena takdir itu tadi.

2. Untuk pilihan pertama, siswa boleh memilih sekolah di manapun (yang bukan di rayon nya) Tapi pilihan kedua harus sekolah yang ada di rayonnya.

– Nah kalau siswa milih sekolah di pilihan pertamanya itu sekolah yang ada di rayonnya, maka akan mendapatkan tambahan nilai sebesar 1, berapa gitu lupa 😀

– Banyak yang protes juga tentang aturan ini, katanya nggak fair. Padahal sih kalau menurut saya, nilai tambahan ini dikasih untuk motivasi supaya orang-orang lebih milih sekolah deket rumah aja, kan nilainya jadi aman tuh. jadi setelah daftar tenang deh tinggal ongkang-ongkang kaki…  And it works loooh.. Ada anak-anak yang punya nilai 28 sekian lebih milih sekolah di SMP 23, 32 atau 41 yang letaknya di dekat pasar Ciroyom kecamatan Andir, daripada ikut bertarung memperebutkan kursi di SMP 2, atau 5, bahkan SMP 1 sekalipun…

3. Siswa dari luar kota hanya mendapatkan kuota sebesar 10 persen saja. Mereka bisa daftar Sekolah ke Bandung tapi hanya 1 pilihan saja.

– Kalau yang ini saya dillema sih. Setuju nggak setuju. Tujuan diadakannya aturan ini adalah menjadikan sekolah di kota Bandung sebagai “rumah” bagi warga kota Bandung sendiri. Jangan sampai orang Bandung nya sendiri nggak kebagian sekolah di Bandung. Bagus siiihh.. Tapi banyak banget orang-orang yang tinggalnya di perbatasan antara Kota Bandung dan Kab. Bandung yang kalau dilihat jarak lebih deket ke Kota Bandung, jadi sekolah di Bandung lebih deket daripada sekolah ke Kabupaten. Atau sama juga dengan yang rumahnya di Perbatasan Cimahi dan Bandung. Sekolah ke Cimahi lebih jauh dan lebih macet. Apalagi sekarang kan perumahan lebih banyak di suburban gitu, kalau rumah di kota harganya udah setinggi langit. Belum lagi kualitas sekolahnya yang jomplang antara kota dan kabupaten yang ga perlu dibahas deh jadinya :p Duh, Apalagi saya pengen banget punya rumah di daerah Cimahi, Cihanjuang gitu deh yang adem dan banyak air, terus jauh dari Banjirrr x)

Waktu angkatan saya pun sebetulnya masuk SMP nggak mudah, banyak temen-temen saya yang kejeblos dan banyak sekolah yang kosong, karena saat itu sistemnya tes. Saya dulu daftar ke SMP 2 dan SMP 25, nama saya masuk di keduanya. Ya pasti saya ambil pilihan pertamanya laah, dan saya tinggal deh yang di SMP 25, akhirnya kan jatah saya di SMP 25 itu kosong. Tahun depannya sistem ini nggak dipergunakan lagi dan kembali ke ala-ala NEM lagi.. HUFTTTT

Entah mungkin karena bukan anak saya yang masuk sekolah, saya jadi melihat aturan ini cukup baik meskipun masih perlu dibenahi disana-sini. Coba deh tengok twitternya Kang Emil, dia menjelaskan tentang upaya untuk mengurai kemacetan. Ini bagus sih menurut saya, karena saya jadi inget jaman SMP dulu, rumah saya di deket batas kota Cimahi dan sekolah di Jalan Sumatera di tengah kota sana, udah mana jaman dulu susah angkot, dan terlambat 5 menit aja pergi dari rumah bisa-bisa sampai sekolah jam setengah 8. Dan hampir setiap hari saya terlambat 😦

Sekarang mungkin akan terasa menyakitkan (tsaahh…) Karena gagal di sekolah impian gara-gara anak-anak lain dapat penambahan 1, sekian itu, tapi coba deh berpikir postif, berharap semoga penggagas program ini nggak cepat menyerah dan terus memperbaiki sistem ini setiap tahunnya sehingga kelak kota Bandung akan dipenuhi oleh sekolah dengan anak-anak yang berprestasi 🙂

Dan yang paling saya ingat kata-katanya beliau begini kira-kira..
“Banyak orangtua yang bilang, PPDB yang dulu lebih gampang.. Padahal itu adalah kemudahan di era kedzhaliman”

Denger-denger dari gurunya sendiri sih PPDB ini memang lebih ketat. Katanya udah ga ada lagi jatah guru, sogok menyogok ke kepala sekolah. Dan menurut saya sih bagus karena jual beli kursi ini keadaannya sudah semakin mengkhawatirkan. Serius.

Seperti saya bilang tadi. Sistem baru ini masih perlu perbaikan di sana dan di sini. Masih banyak loh orangtua murid yang curang. Karena sistemnya belum online sepenuhnya ada banyak orangtua siswa yang berdomisili di Cimahi mendaftarkan anaknya ke sekolah di Cimahi dan Bandung. Bahkan ada yang sampai daftar ke 4 sekolah. Mereka mungkin geram tapi apa gak kasihan sama anak-anak lain ketika nama si curang ini ada di sekolah Cimahi dan Bandung?

Ada yang bilang kalau aturan ini mendadak sekali. Buat saya masih masuk akal kalau dibikin mendadak. Karena aturannya dengan tegas harus menyertakan kartu keluarga. Kalau aturan ini sudah disosialisasikan sejak beberapa bulan sebelumnya, mungkin saja akan ada banyak oran-orang yang mendadak pindah KK ke rumah sodaranya yang satu rayon dengan Sekolah idamannya. Percayalah, tetangga saya ada yang melakukan ini. Padahal Kang Emil sendiri memberikan arahan kepada kelurahan untuk tidak mengeluarkan KK yang dibuat secara mendadak. Dan tahu gak sih, untuk SKTM atau surat keterangan Miskin, susaaaah sekali keluar, karena kalau sampai ada yang mengeluarkan SKTM untuk keluarga yang tidak miskin, sanksinya cukup serius.

Pasti akan banyak yang bilang kalau saya mengurai semua ini karena bukan anak saya yang hendak disekolahkan. Mungkin begitu. Tapi sejak dulu saya punya cita-cita yang semoga bisa konsisten saya jalankan sesuai dengan mimpi saya. Saya ingin mengajarkan anak saya kelak tentang kejujuran. Terutama masalah sekolah ini. Kalau anak saya ingin sekolah di sekolah favorit berarti dia harus menyiapkan diri. Ketika dia “kalah” dia harus ikhlas dan berusaha lebih baik lagi. Dan saya juga ingin belajar ikhlas supaya kelak ketika nilai anak saya tidak terlalu bagus saya harus ikhlas menyekolahkan dia di sekolah biasa-biasa yang sesuai dengan kemampuan dia meskipun lokasinya dekat dengan pasar. Syukur-syukur kalau saya jadi horangkayah dan bisa menyekolahkan anak saya ke sekolah swasta yang baik ketika dia gagal masuk ke sekolah negeri. Semoga saya dijauhkan dari sogok menyogok atas dasar kasih sayang pada anak.

Menurut saya daripada memberikan keluh kesah yang terdengar oleh anak-anak, lebih baik beri semangat dan beri pengertian kepada anak-anak dimanapun mereka sekolah, semoga itu tempat terbaik bagi mereka. like my Mom told me :). Waktu SMA saya super gak ikhlas karena masuk ke SMA 9, tapi Mamah ngasih tahu saya untuk ikhlas, karena mau marah segimana pun, nilai saya cuma cukup ke sekolah-sekolah yang ada di cluster 2, dan SMA 9 salah satu yang terbaik dan terdekat dengan rumah 😀

Butuh beberapa bulan sampai akhirnya saya sadar, kalau takdir saya memang disini. Keluarga saya yang lagi broken saat itu mungkin nggak bisa membiayai saya untuk sekolah di sekolah favorit yang lokasinya jauh dari rumah dan biaya hidupnya lumayan tinggi. And I found my bestfriend, orang-orang baik yang kadang sinting.

Dan saya masih ingat kata-katanya Mamah yang menenangkan saya saat itu, “Gak apa-apa Nia, mungkin takdirnya Nia di SMA 9. SMA 9 kan basketnya bagus, siapa tahu Nia bisa main basket lebih bagus di sana…” Dan 6 bulan kemudian, saya ada di GOR Bhineka Solo, untuk ikutan Hexos Cup Final Nasional.

Terus terang, saya sendiri capek denger berita korupsi di TV apalagi korupsi di sektor pendidikan. Ini waktunya kita untuk berubah. Kebijakan ini mungkin dirasa nggak fair, dirasa nggak tepat sasaran karena anak-anaknya Ibu-Bapak gak bisa masuk ke sekolah impian. Padahal si aturannya itu sendiri masih memberikan kelonggaran “Kalau nilainya bagus, boleh daftar kemana saja…”. Kalau ada kebijakan-kebijakan yang dirasa baik, kenapa nggak kita dukung saja, dan berharap semoga pemerintah kali ini Amanah. Dan semoga saja pengorbanan angkatan 2014 ini terbayarkan. Kadang untuk menuju perubahan yang lebih baik kita harus melewati fase-fase yang chaos, tidak menyenangkan dan menyakitkan. Dan untuk orangtua siswa tahun ajaran berikutnya, yuk siapkan anak-anaknya untuk ujian supaya, bagaimanapun aturannya nanti, Anak-anak Ibu dan Bapak sudah siap untuk sekolah di manapun 🙂

 

Btw, postingan ini jujur cuma isi hati aja, tanpa ada riset bla bla bla yang mendalam. so CMIIW 😀

22 thoughts on “Drama PPDB Kota Bandung 2014

  1. Hai Niaaaa..
    Keknya peraturannya emang menuai kontroversi ya.. Wkwkwk.. 😀
    Tapi aku yakin pastiiii ada kelebihannya, salah satunya ya itu deh, ngurangin macet..

    Medan aja macetnya uda menggila, dan aku mesti 1.5 jam dari rumah ke kampus naik Honda.. Huhuhu.. Padahal dulu 30 menit bakalan nyampek.

    Btw, semua emang ada hikmahnya ya.. Bener katanya kalo semua akan indah pada waktunya.. 😛

    1. BEBYYYYYY!!!
      kayaknya sekarang dimana2 macet udah kayak tren aja.. apalagi kota2 besar 😦

      Dan iya sih ya… tiap kebijakan pasti ada yang merasa dirugikan. Menurutku sih selama kita dirugikannya bukan dicurangi pasti akan selalu ada solusi… *wesss.. dalem yah..* hahahahhaha x))))

      1. Wkwkwk.. Tren yang ngga asik banget yah. Aku bencik deh kalok uda macet. Mau emosi aja bawaannya.. 😦

        Huahahah.. Kamuh ngomong apaaah? Akuh enggak ngertiiiiih.. Mihihihi.. 😛
        Ya pokoknya gitu lah ya.. Semoga selalu ada solusiiii

  2. PPDB Kota Bandung 2014 menurutku perlu banyak perbaikan…:
    1. Berkas tidak bisa dicabut klo udah daftar..artinya tinggal tunggu nasib aja
    2. karena data pendaftar tidak realtime….baru besuknya nongol on-line
    3. Sekarang kayaknya ada tanda-tanda ke arah eksklusif kelompok ya dengan adanya otonomi..harusnya yang namanya sekolah itu universal artinya siapa saja boleh dan punya hak yang sama untuk masuk dan bersekolah di SD atau SMP atau SMA tertentu..kita kan sama-sama warga negara Indonesia…Mungkin ini yang perlu dipikirkan juga oleh Bapak-Bapak kita yang terhormat
    Kalau masalah macet mah…dengan kebijakan PPDB dengan Perwalnya ga ngaruh kali…sama aja
    PPDB yang saya liat bagus tuch di PPDB-nya Cimahi…mungkin Bandung bisa nyontoh Cimahi kali…tapi Bandung pasti malu-lah

    1. Kalau masalah nggak bisa dicabut saya sih setuju karena mungkin biar ga ribet juga ke panitia dan ke kitanya. Kuncinya kan menganalisis terlebih dahulu sebelum daftar apalagi ada PG tahun lalu yang gak akan jauh beda. Kalau gak naik 1 ya turun 1. Dan lagi kita masih bisa mantau secara online. Yang mana bener juga kata Mas Azis, ini perlu dibenahi banget karena hasilnya nggak real time 🙂

      IMHO kayaknya sih bukan eksklusif kali yah.. cuma ya gitu mungkin mendahulukan orang Bandungnya sendiri. Karena waktu saya SMA nggak ada kuota untuk luar kota akhirnya di sekolah saya hampir 40 persennya itu siswa dari luar kota Bandung yang bukan cuma domisilinya tapi SMP sebelumnya juga di luar kota… Kalau menurut saya kebijakan ini bagus juga karena kalau kita positif thinking mungkin bisa jadi stimulus buat kota2 tetangga yang akhirnya bisa nerima siswa2 lokal yang berkualitas karena ga bisa sekolah ke Bandung :). Hasilnya mungkin nggak akan terasa tahun depan.. Mungkin paling cepet baru 5 tahun lagi 🙂

      Btw apa perbedaannya PPDB di Cimahi dengan Bandung yang sekarang / Bandung yang dulu Mas Azis? *serius nanya 😀 soalnya saya merhatiin PPDB ini pun karena sepupu saya aja sih hihihi* Dan kenapa harus malu nyontoh Cimahi kalau memang bagus? Saya yakin kok pak wali sekarang ini open minded hihihihi… 😉

      Mungkin saya yang terlalu naif kali ya begitu optimis dengan sistem baru ini such as Bisa mengurai kemacetan meski hanya sedikit, bisa menciptakan sekolah favorit yang baru.. yang saya yakini setiap kebijakan baru itu perlu proses untuk menjadi sempurna dan menjadi solusi terbaik bagi semua orang. Yang saya lihat ada harapan di sini. Kalau perbaikan pasti masih banyak bangeeett, jadi.. yuk sebagai warga kota Bandung atau warga yang beraktifitas di Bandung kita dukung dan kita awasi setiap kebijakan. Sayang soalnya udah punya walikota yang datang dari kalangan profesional dan open minded kalau nggak didukung warganya 🙂

  3. Aku termasuk yg galau berhari2 gara2 peraturan ppdb baru iniii, sampe gak enak makan deh (krn puasa) haha….
    pokoknya sedih deh sebagai warga pinggiran alias warga kabupaten….
    pada intinya sih aku setuju dg sistem rayon maupun sistem kuota, tujuannya bagus kok. Tapi ada bbrp hal yg membuat perturan ini jd terasa ‘kejam’ dan banyak membuat sakit hati orang kabupaten (baca dari twit yg mention ke pak wali dan berdasarkan obrolan dg para tetangga).
    masalah kuota yg cuma 10%, tidak punyanya pilihan kedua, tidak banyaknya pilihan sekolah di kabupaten (gak usah ngomong kualitas, kuantitas aja dulu… sebanding gak sih?)
    tapii… bagusnya ppdb tahun ini adalah transparannya. bebas deh dari jalur belakang… yg ada skrg jalur akademis dan jalur prestasi serta jalur sktm.
    pusing juga jelasin ke anak, kenapa temannya masuk dan dia enggak, padahal nilainya di bawahnya. haruskah kujawab karena temannya orang kota dan kita orang kampung? Tapi bukankah kita sama2 orang bandung? Beda Nak… kita Bandung coret… hihi… *ketawa sedih
    mudah2an tahun depan perwal ttg ppdb ini direvisi dg sedikit lebih bijak… ya wajar sih kalo tahun2 pertama masih pada kaget 🙂

    1. Mbak Tituuukkk maaap baru buka blog lagi.. hihihihi x)
      Iya juga sih ya Mbak, secara kuantitas aja nggak sebanding, mudah-mudahan ini terus diperbaiki aja, soalnya saya masih ngarep banget sama sistem pendidikan yang merata dan anti korupsi. Mudah-mudahan bisa beneran ada..
      btw kakak nesya masuk ke SMA 8 kan ya Mbak? Selamaaaaaat yaa… biarin ya telat, hihiihi 😀

      1. Iyaa… kata tetanggaku yg guru nanti akan ada revisi2 aturan kok… mudah2an terus membaik yaa… percaya deh aku sama pak walkot yg baru ini 🙂
        Iya ke SMA 8.. alhamdulillah udah bbrp minggu ini Neysa jadi anak SMA 🙂 kayanya betah dan seneng2 aja dia di sana. Makasih yaaa..

  4. Mbak, saya punya kasus mirip mbak Nia.. Urusannya sama Achmad Makki.
    Bisa minta kontak mbak nggak? Saya mau tanya soal dia.
    kirim lewat email ya mbak..
    Thank you.

    1. Udah saya email kok waktu itu ke alamat email yang dicantumkan di komen sebelumnya :). Kalau ada yang mau ditanyakan langsung email aja boleh ke nyapurnama at yahoo dot com trims

  5. bagaimana siswa yg berdomisili di kabupaten sedangkan di wiliyahnya tidak ada kesekolahan tersebut yg dimaksud?

  6. saya tinggal di kabupaten sedangkan sekolah yg dekat dengan rumah saya atau wilayah saya masuknya kotamadya,jadi saya harus sekolah diamnaa?tolong dibalas minta pendapatnya

Leave a reply to nyapurnama Cancel reply